Connect with us

Ekonomi

Bukan Reality Show, Apriyadi Membedah 549 Rumah di Muba

Published

on

Inmanas.id – Apriyadi adalah seorang penjabat (Pj) bupati di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), sebuah daerah yang kaya dengan sumberdaya alam khususnya minyak dan gas. Kini Apriyadi tengah berupaya meningkatkan mensejahterahkan warganya. Tahun 2024 ada dua problem yang menjadi fokus perhatiannya, kemiskinan dan rumah tidak layak huni (RTLH).

Rumah yang tidak layak huni identik dengan kemiskinan. Seperti ditulis Muslim Sabarisman dalam penelitiannya, “Perspektif Komitmen Tim Kerja Dalam Pengembangan Rumah Layak Huni Bagi Keluarga Miskin di Bondowoso” (2013).

Menurutnya, dalam kondisi miskin keluarga sulit untuk memenuhi kebutuhan dasarnya termasuk kebutuhan rumah tinggal layak. Salah satu ciri yang menonjol dari masyarakat miskin adalah tidak adanya akses ke sarana dan prasarana dasar lingkungan, yang ditandai dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh di bawah standar kelayakan, seperti sanitasi yang buruk dan akses kesehatan.

Apriyadi melihat langsung keadaan itu, maka dirinya berbagi kepedulian sebagai tanggung jawab seorang kepala daerah. Tahun 2024 Apriyadi bersama perangkat daerah dan stakeholder lainnya punya program “Bedah Rumah”. Program ini memperbaiki atau merenovasi rumah tidak layak huni (RTLH).

“Tahun 2024 ada program bedah rumah sebanyak 549 unit rumah tidak layak huni atau RTHL akan dijadikan rumah layak huni. Anggaran dan pelaksanaannya akan dilakukan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Dinas Sosial serta Badan Zakat Nasional Kabupaten Muba”, kata Apriyadi, Rabu (28/2).

Menurutnya, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) akan melaksanakan bedah rumah RTLH sebanyak 459 unit rumah, oleh Dinas Sosial (Dinsos) sebanyak 80 unit rumah dan dan 10 unit rumah dari Badan Zakat Nasional (Baznas) Muba.

Tahun 2023 menurut Apriyadi, Pemerintah Kabupaten Muba dalam upaya pengentasan kemiskinan, telah melaksanan program RTLH dengan melakukan bedah rumah sebanyak 834 rumah. Sebanyak 670 unit rumah dari Dinas Perkim, 99 unit dari Dinsos dan 65 unit dari Baznas Muba.

“Jadi program bedah rumah ini dilakukan bersama sistemnya keroyokan. Semua pihak terkait terlibat. Alhamdulillah dampaknya sangat dirasakan masyarakat”, kata Apriyadi yang sebelumnya Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Muba.

Berapa dana yang disiapkan Pemerintah Kabupaten Muba untuk membedah 549 unit RTLH tersebut? Menurut Kepala Dinas Perkim Muhammad Ridho, tahun 2024 mengalokasikan dana sebesar Rp22,9 miliar untuk program bedah rumah dengan sasaran 459 unit RTLH menjadi layak huni.

“Nama programnya bantuan stimulan perumahan swadaya atau BSPS. Program ini dapat dengan masif mengurangi kemiskinan di Muba. Program bedah rumah ini akan terus berkelanjutan sesua dengan kebutuhan masyarakat”, kata Ridho.

Pelaksanaan program bedah rumah pada RTLH tersebut yang tersebar di seluruh Kabupaten Muba. Menurut Kepala Dinas Sosial Muba Ardiansyah, 80 unit RTLH yang menjadi sasaran program bedah rumah tersebar pada beberapa kecamatan.

“Tahun 2024 Dinas Sosial mengalokasikan dana Rp3,2 miliar untuk 80 unit RTLH yang tersebar pada 15 kecamatan. Diantaranya, lima unit di Sanga Desa, tiga unit di Babat Toman, 10 unit di Batanghari Leko, tujuh unit di Plakat Tinggi, lima di Lawang Wetan, tiga unit di Sungai Keruh, 28 unit di Sekayu 28 unit, tujuh Unit di Lais 7 unit dan di Kecamatan Keluang delapan unit,” kata Ardiansyah.

Sementara itu bantuan program bedah rumah dari Baznas Muba sebanyak 10 unit rumah dengan anggaran sebesar Rp291.370.000.

Program bedah rumah di Muba mendapat respon positif dari warganya. Seperti Susi Susanti, (45) warga Desa Tenggaro Kecamatan Keluang, mendapatkan jatah bedah rumah atau perbaikan RTHL pembangunan sudah selesai dan sudah dihuni.

“Alhamdulillah terima kasih Pak Bupati Apriyadi sekarang rumah sudah sangat baik, beda dengan dulu. Kami tidak menyangka kalau Pak Bupati bertandang ke rumah kami”, kata ibu beranak satu orang.

Susi bercerita, selama ini tidak pernah ada dalam pikirannya untuk memperbaiki rumahnya yang sudah tidak layak dihuni. “Kami tidak bisa memperbaiki rumah karena tidak ada uangnya. Suami yang kerja serabutan hanya bisa membiaya hidup sehari-hari. Sekarang kalau hujan deras kami tidak was was lagi tinggal di rumah. Dulu kalau hujan deras kami pindah ke tempat yang aman, takut atap rumah ambruk,” ujarnya.

Reality Show

Bedah rumah bagi warga Muba yang rumahnya masuk kategori RTLH menjadi impian seperti tayangan reality show bedah rumah yang mereka tonton di layar kaca televisi, kini bukan hanya mimpi yang entah kapan terwujud? Pj Bupati Muba Apriyadi merealisasikan mimpi warganya dari RTLH menjadi layak huni melalui program bedah rumah.

Reality Show “Bedah Rumah” yang ada di layar televisi pada sekitar tahun 2008 – 2009. Reality Show “Bedah Rumah” dan reality show lainnya yang ada di berbagai stasiun televisi pada masa itu identik dengan sosok Helmy Yahya yang menjadi Crerator Program TV pada banyak reality show yang selalu meraih rating tinggi, salah satunya “Bedah Rumah”.

Dalam penelitian Nosakros Arya, Hafied Cangara dan A. Alimuddin Unde berjudul “Komodifikasi Kemiskinan Dalam Televisi Indonesia: Studi Komparatif antara Program “Jika Aku Menjadi” di Trans TV dengan Program “Bedah Rumah” di RCTI” (2013) menyebutkan, Kemiskinan bukan hanya persoalan sosial, tetapi kemiskinan telah menjadi komoditas yang ‘seksi’ di media televisi Indonesia.

Menurut penelitian tersebut, fenomena kemiskinan di Indonesia sangat potensial untuk dijadikan objek perhatian, karena kemiskinan tidak hanya dimanfaatkan oleh para politikus dalam meraih kursi di dewan legislatif. Namun, pemilik media massa khususnya televisi juga telah melirik dan menjadikan fenomena kemiskinan sebagai komoditasnya.

Oleh karena itu, lahirlah program-program televisi yang menjadikan kemiskinan sebagai tema utama dan orang miskin sebagai aktor utamanya, seperti “Uang Kaget”, “Minta Tolong”, “Bedah Rumah”, “Orang Pinggiran”, “Jika Aku Menjadi”, dan lain sebagainya. Program-program yang lebih dikenal dengan reality show tersebut adalah salah satu genre program televisi yang tumbuh subur di Indonesia sejak awal tahun 2000-an.

Reality show sendiri adalah sebuah genre program televisi yang menampilkan adegan natural (alami), seakan-akan tidak menggunakan skenario. Reality show tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk komodifikasi kemiskinan, karena dengan mempermainkan objek tanda kemiskinan, mengambil kesempatan terhadap rakyat miskin untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya.

Dalam penelitian tersebut menyebutkan, reality show yang menjadikan kemiskinan sebagai objek utama dapat menempati rating yang cukup tinggi. Berdasarkan data AGB Nielsen Media Research, bahwa tahun 2009 ada dua program acara reality show yang pernah menempati rating tertinggi yakni, “Bedah Rumah” dengan rating 4,57 persen, “Jika Aku Menjadi” dengan rating 4,73 persen.

Dari data itu terlihat stasiun televisi dan rumah produksi (production house) menjadikan program reality show kemiskinan sebagai sebuah program unggulan yang dapat meraup iklan sebanyak-banyaknya. “Rating tersebut dijadikan legitimasi oleh para produsen media untuk menentukan tarif iklan yang cukup tinggi kepada para pengiklan”, tulis peneliti Nosakros Arya dkk.

Pada masa itu reality show “Bedah Rumah” adalah salah satu program andalan televisi swasta RCTI, dengan menolong orang untuk merenovasi rumahnya menjadi layak huni selama satu hari.

Berapa biaya yang digunakan pada reality show “Bedah Rumah”? Para peneliti Bagian Ilmu Komunikasi Universitas Fajar dan Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Hasanuddin yang ada di Makassar menjelaskan, untuk program reality show “Bedah Rumah” biaya produksi yang dikeluarkan per episode ternyata hanya menghabiskan Rp15 Juta.

Penelitian yang lain oleh M Budiarto berjudul “Representasi Perilaku Prososial dan Eksploitasi Kemiskinan dalam Tayangan Reality Show “Bedah Rumah” (2007) menyebutkan, menurut produser acara “Bedah Rumah”, Helmy Yahya, biaya renovasi total per rumah pada acara itu rata-rata Rp15 juta saja termasuk perabotan.

Lantas berapa besar biaya bedah rumah satu unit RTLH? Tidak ada penjelasannya. Yang ada adalah jumlah total anggaran untuk bedah rumah dari masing-masing dinas dan stakeholder.

Misalkan pada Dinas Sosial Kabupaten Muba tahun 2024 mengalokasikan dana Rp3,2 miliar untuk 80 unit RTLH, maka setiap rumah diasumsikan Rp3,2 miliar dibagi 80 rumah, maka anggaran yang dialokasikan untuk satu unit rumah rata Rp40.000.000. Jumlah ini ada rata-rata dari perkiraan. Mungkin saja anggaran tiap unit berbeda-beda.

Program bedah rumah merupakan salah satu dari program kemanusiaan oleh Baznas dengan merenovasi rumah yang tak layak huni dengan beberapa kriteria yaitu, memiliki dinding bambu, tidak memiliki toilet, tidak memiliki atap, dan lantai berupa tanah.

Bedah rumah 549 RTLH di Muba dimotori Apriyadi salah salah satu upaya penanggulangan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus dilakukan secara efektif dan efesien sehingga diharapkan mampu mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahtaraan masyarakat. (ma)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Copyright © 2022 InManas.